Ilmu dan Teknologi Kelautan

Ekosistem Mangrove Pulau Pari

Identifikasi mangrove di P. Pari

Mangrove, penentuan stasiun untuk ekosistem mangrove menggunakan metode “plot transek garis(transect line plot method), satu plot ukurannya 10 x 10 m². Plot dibuat bujur sangkar dengan ukuran 10 m x 10 m menggunakan tali rapia. Dalam pengambilan data mangrove ini dilakukan di dua lokasi plot dimana plot pertama dimulai dari wilayah mangrove dekat daratan dan terus bergerak menuju pantai. Pengambilan data mangrove dilakukan dengan mengamati vegetasi mangrove yang berada dalam plot secara menyisir vegetasi satu persatu, hal ini dilakukan untuk mengetahui jenis atau spesies mangrove, jumlah pohon, anakan dan semai dari jenis spesies tersebut. Pengelompokan dilakukan dengan cara mengukur diameter dan tinggi dari setiap batang pohon mangrove tersebut. Dari hasil pengukuran tersebut tanaman mangrove dikelompokkan ke dalam pohon, semai dan anakan. Ukuran permudaan yang digunakan dalam kegiatan analisis sampling vegetasi hutan mangrove adalah sebagai berikut : 

  • Semai, Permudaan mulai dari kecambah sampai anakan setinggi kurang dari 1 m. 
  • Anakan, Permudaan dengan tinggi lebih dari 1 m dengan diameter kurang dari 4 cm. 
  • Pohon, Pohon dengan tinggi lebih dari 1 m dan diameter lebih dari 4 cm 
Seluruh individu tumbuhan mangrove dalam plot tersebut dihitung jumlahnya. Dengan mencatat tiap spesies dan jumlah vegetasi mangrove (pohon, anakan,dan semai) yang terdapat dalam plot pengamatan maka akan diketahui kerapatan jenis (Di), Frekuensi jenis (Fi), Luas area penutupan (A) dan nilai penting jenis (INP) yang terdapat dalam tiap plot pengamatan. Pengambilan data biota mangrove dilakukan dengan metode transek kuadrat. Metode yang digunakan adalah metoda survey dan penentuan stasiun secara purposif random sampling, sehingga ditetapkan 5 stasiun dalam plot tersebut. Pada masing-masing stasiun diletakan satu buah transek dimana dalam satu transek dibuat 5 plot utama dengan ukuran sekitar 25 x 25 cm. Berikut ini adalah posisi stasiun dalam plot berukuran 10 x 10 m.

Skema pengambilan data biota ekosistem mangrove
Gambar 1. Skema pengambilan data biota ekosistem mangrove
Pengambilan serasah mangrove dilakukan pada ujung transek yang terakhir yang paling dekat pantai. Serasah yang diambil yaitu pada luasan area 625 cm². Pengambilan serasah mangrove tersebut berupa pohon, daun dan akar mangrove dari tiap spesies. Analisis data Ekosistem Mangrove menggunakan rumus ebagai berikut :

Rumus analisis data ekosistem mangrove
Gambar 2. Rumus analisis data ekosistem mangrove
Pengambilan data mangrove dilakukan di wilayah sekitar di P. Burung, Kep. Seribu, Jakarta. Penempatan transek dilakukan dari daratan menuju ke laut dengan luas transek sebesar 10 m x 10 m (100 m²). Pengambilan data mangrove ini dilakukan di dua plot transek dimana transek bergerak dari daratan menuju pantai. Pada P. Burung ini hanya didominasi oleh satu spesies mangrove yaitu Rhizopora sp., berikut ini adalah tabel hasil nilai kerapatan, penutupan, frekuensi serta biota asosiasi dari ekosistem mangrove yang diperoleh berdasarkan rumus yang tersedia.

Diagram kerapatan dan persentase kerapatan relatif mangrove
Gambar 3. Diagram kerapatan dan persentase kerapatan relatif mangrove
Berdasarkan Gambar 3 di atas dapat di ketahui kerapatan mangrove dan kerapatan relatif berupa pohon, anakan, dan semai pada masing-masing transek. Pengambilan data mangrove ini dilakukan di Pulau Burung dengan jenis mangrove yang mendominasi adalah zenis Rhizopora sp. yang memiliki ciri akar tongkat. Pada transek 1 diperoleh nilai kerapatan dari pohon, anakan dan semai yang lebih besar dibandingkan pada transek 2. Perbedaan kerapatan pohon mangrove antara transek 1 dan 2 tidak begitu besar dimana pada transek 1 sebesar 0.47 ind/m² dan transek 2 sebesar 0.41 ind/m². Sedangkan nilai kerapatan anakan mangrove antara transek 1 dan 2 sangat berbeda dimana pada transek 1 sebesar 0.36 ind/m2 dan transek 2 sebesar 0.07 ind/m². Diantara kedua transek hanya ditemukan semai mangrove pada transek 1 saja dengan kerapatan sebesar 0.12 ind/m². Nilai kerapatan relatif yang ditemukan pada transek 1 berturut-turut adalah pohon, anakan dan semai sebesar 100%. Total nilai kerapatan relative pada transek 1 sebesar 300%. Sedangkan pada transek 2 diperoleh nilai kerapatan relative total 200% dikarenakan tidak ditemukannya semai pada transek 2. Dari kedua transek terlihat bahwa kerapatan yang mendominasi wilayah P. Burung berupa pohon mangrove jenis Rhizopora sp. Perbedaan nilai kerapatan dan kerapatan pada tiap transek dimana transek 1 lebih dominan dibandingkan transek 2 disebabkan saat pengambilan transek yang semakin mendekati laut sehingga zonasi yang ada pada transek tersebut semakin berkurang.

Diagram penutupan dan persentase penutupan relatif mangrove
Gambar 4. Diagram penutupan dan persentase penutupan relatif mangrove
Diagram diatas menunjukkan nilai dari penutupan mangrove dan penutupan relatif berupa pohon. Umumnya nilai penutupan hanya dihitung pada pohon saja dikarenakan suatu ekosistem hutan mangrove yang paling mendominasi adalah pohon. Pada masing-masing transek diperoleh nilai penutupan pohon Rhizophora sebesar 33.2509% dan 23.363% dengan penutupan relatif sebesar 100%. Berdasarkan Gambar 3 dapat diketahui bahwa nilai penutupan mangrove pada transek 1 lebih dominan dibandingkan transek 2, hal ini disebabkan karena saat pengambilan transek dilakukan dari darat menuju ke laut sehingga zonasi spesies Rhizophora yang ada pada transek tersebut semakin berkurang. Nilai penutupan relatif pada kedua transek bernilai 100% disebabkan oleh spesies yang ditemukan pada transek hanya satu yaitu jenis Rhizophora sp.

Diagram frekuensi mangrove dan persentase frekuensi relatif
Gambar 5. Diagram frekuensi mangrove dan persentase frekuensi relatif
Berdasarkan Gambar 5 diatas dapat diketahui bahwa pada transek 1dan 2 diperoleh nilai frekuensi pohon dan anakan sebesar 0.5. Begitu juga dengan semai yang hanya terdapat pada transek 1 diperoleh frekuensi sebesar 0,5. Perolehan nilai frekuensi relatif pada tiap pohon, anakan dan semai dikedua transek adalah sama, sebesar 100%, artinya kawasan pengamatan kami daerahnya ditutupi hanya oleh satu jenis tumbuhan mangrove saja yakni jenis Rhizophora sp.

Diagram INP pohon mangrove
Gambar 6. Diagram INP pohon mangrove
Gambar 6 diatas menunjukkan INP (Indeks Nilai Penting) pohon mangrove jenis Rhizophora yang diperoleh pada transek 1 dan transek 2. Nilai INP diperoleh dari total penjumlahan kerapatan relatif, penutupan relatif dan frekuensi relatif. Menurut Bengen (2001) nilai penting suatu jenis berkisar antara 0% dan 300%. Nilai penting ini memberikan suatu gambaran mengenai pengaruh atau peranan suatu jenis tumbuhan mangrove dalam komunitas mangrove. Bila dilihat dari tabel dapat diketahui bahwa INP pada masing-masing transek adalah 300%.

Berdasarkan nilai INP yang didapat dari kedua plot transek tersebut diketahui bahwa spsesies Rhizophora mempunyai pengaruh yang besar di wilayah tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa Rhizopora mendominasi pulau tersebut sehingga dapat disebut sebagai komunitas monospesifik. Perolehan hanya satu jenis mangrove pada P. Burung disebabkan oleh mangrove tersebut merupakan mangrove buatan (ditanam sendiri). Selain itu faktor yang mengakibatkan wilayah tersebut didominasi oleh spesies Rhizophora adalah substrat berpasir dimana dengan substrat tersebut Rhizophora dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Pada dasarnya tumbuhan ini sering kali berkembang pada daerah intertidal yang luas, dari tingkat yang tergenang pada setiap pasang naik sampai daerah yang tergenang hanya pada pasang purnama yang tertinggi, serta dipengaruhi oleh tingkat penyebaran dari Rhizophora yang luas dan mudah tumbuh.

Diagram kepadatan bentos
Gambar 7. Diagram kepadatan bentos
Gambar 7 diatas menunjukkan nilai kepadatan bentos pada asosiasi biota yang ada pada mangrove. Kepadatan bentos merupakan jumlah total individu bentos jenis ke-i yang diperoleh per satuan luas areal pengambilan contoh. Pengambilan bentos dilakukan pada 2 buah transek dengan 5 plot pada setiap transek. Berdasarkan diagram dapat diketahui kepadatan bentos kedua transek pada tiap-tiap plot. Pada transek 1 diperoleh kepadatan bentos terbesar pada plot pertama yaitu sebesar 160 ind/m². Sedangkan pada transek 2 kepadatan bentos terbesar diperoleh pada plot kelima yaitu 96 ind/m². Total kepadatan bentos yang ditemukan pada transek 1 sebesar 208 ind/m² sedangkan pada transek 2 sebesar 288 ind/m². Pada umumnya peranan biota dalam ekosistem mangrove berupa suatu interaksi yang saling menguntungkan antara biota dan mangrove itu sendiri. Interaksi ini dirangkum dalam suatu proses rantai makanan dimana pada mangrove tipe rantai makanan yang terjadi ialah rantai makanan detritus. Rantai ini dimulai dengan produksi karbohidrat dan karbon oleh tumbuhan melalui proses fotosintesis. Sampah daun kemudian dihancurkan oleh amphipoda dan kepiting. Proses dekomposisi berlanjut melalui pembusukan daun detritus secara mikrobial dan jamur dan penggunaan ulang partikel detrital oleh bermacam-macam detritivor, diawali dengan invertebrata meiofauna dan diakhiri dengan suatu spesies semacam cacing, moluska, udang-udangan dan kepiting yang selanjutnya dalam siklus dimangsa oleh karnivora tingkat rendah. Rantai makanan diakhiri dengan karnivora tingkat tinggi seperti ikan besar, burung pemangsa, kucing liar atau manusia.

Pada ekosistem mangrove diambil serasah berupa daun, akar, dan batang. Namun, saat pengambilan serasah hanya diperoleh daun mangrove. Kemudian serasah daun dibersihkan dengan air dan dikeringkan menggunakan kertas. Apabila air pada daun sudah berkurang maka dapat di timbang berat basah dari serasah sebagai berat awal sebesar 1.2 gram. Serasah yang sudah ditimbang kemudian dibungkus dengan alumunium foil dan dikeringkan di oven selama satu hari. Setelah kering, serasah dapat diukur berat keringnya sebagai berat akhir diperoleh sebesar 0.2 gram. Perhitungan berat kering dibagi dengan volume area diperoleh biomassa serasah mangrove sebesar 25 gr/m². Hal ini menjelaskan bahwa dalam setiap luasan 1 meter pada lahan tumbuhnya mangrove terdapat sebesar 25 gram serasah yang dapat dimanfaatkan oleh organisme pengurai di lahan tersebut yang akan berpengaruh pada produktivitas ekosistem tersebut. Menurut Zamroni dan Rohyani (2008), daun mangrove memegang peranan penting sebagai nutrisi bagi organisme dimana semakin banyak serasah maka detritus yang dihasilkan akan semakin banyak sehingga perairan juga akan semakin produktif. Oleh karena itu, perhitungan biomassa dalam suatu ekosistem penting agar diperoleh informasi dalam produksi, dekomposisi, dan siklus nutrisi dalam suatu ekosistem.

Vegetasi mangrove pada Pulau Burung adalah monospesifik dengan jenis Rhizophora yang bercirikan akar tongkat dan substrat pasir berlumpur. bila dilihat dari kerapatan relative, penutupan relative, dan frekuensi relative diketahui bahwa spesies Rhizophora memegang peranan penting sebagai penghasil produktivitas primer atau sebagai penyediaan unsur hara hasil dari dekomposisi guguran daun (serasah daun). Oleh karena itu, perhitungan biomassa dalam suatu ekosistem penting agar diperoleh informasi dalam produksi, dekomposisi, dan siklus nutrisi dalam suatu ekosistem. Selain itu, biota yang ditemukan berupa bentos juga berperan dalam ekosistem mangrove dalam proses dekomposisi serasah dan hubungannya dengan proses rantai makanan.
Ekosistem Mangrove Pulau Pari categorized : Marine Biology
No comment Add a comment

Komentar dari Anda akan sangat saya hargai.

Cancel Reply
GetID