Ilmu dan Teknologi Kelautan

Abrasi Ancaman Nusantara

Indonesia yang dua per tiga wilayahnya merupakan lautan tentu tidak terlepas dari masalah abrasi. Pantai-pantai Indonesia yang panjang lama-lama terkikis. Penyebabnya bisa karena faktor alam bahkan ulah manusia yang semakin brutal. Indonesia termasuk ke dalam lima negara yang memiliki garis pantai terpanjang di dunia. Sayangnya, potensi itu tidak lantas diiringi penjagaan kelestarian wilayah pantai dan laut. Buktinya banyak kerusakan terjadi di wilayah tersebut, seperti pemutihan terumbu karang (coral bleaching), pencemaran air laut, dan abrasi wilayah pantai. Salah satu kerusakan yang kini semakin mengkhawatirkan adalah abrasi pantai. Abrasi merupakan peristiwa terkikisnya alur-alur pantai akibat gerusan air laut. Pengikisan itu terjadi karena permukaan air laut mengalami peningkatan sehingga mampu menghempas daerah pantai lebih kuat dan lebih mudah. Jika hal itu terus terjadi sangat mungkin wilayah pantai akan menghilang dan tinggallah daratan yang berbatasan langsung dengan lautan. Sangat mungkin pula daratan akan menghilang meski terjadi dalam waktu lama.

(Ambrasi mengancam daratan)

Contoh paling konkret akibat abrasi pantai adalah amblasnya jalan lintas Sumatra di beberapa titik, khususnya di Bengkulu bagian utara. Laju abrasi di pantai barat Bengkulu mampu menyebabkan kerusakan yang tentunya sangat merugikan. Abrasi juga mampu menghilangkan Pulau Satu dan Pulau Bangkai yang berada di sekitar Pulau Enggano, sekitar 90 mil dari Kota Bengkulu. Koordinator Enam Kepala Suku di Enggano, Rafli Zen Kaitora, mengatakan pulau yang masing-masing memiliki luas lebih dari 2 hektare dan 1 hektare tersebut tenggelam akibat tingginya abrasi yang terjadi di perairan Enggano.


Pada tahun 1960, dua pulau itu masih dijaga oleh suku Kahuga di Pulau Bangkai dan suku Kaarubi di Pulau Satu dengan memelihara pohon kelapa. Kedua pulau cepat menghilang karena pepohonan yang ditanam di pulau itu sering ditebangi nelayan yang singgah. Tidak hanya di Bengkulu, hal serupa juga terjadi di banyak tempat di Indonesia. Abrasi menyebabkan pula garis pantai mundur jauh dari jarak semula. Tercatat pada 2008 pantai di sepanjang selatan Kulonprogo, DI Yogyakarta, bergerak mundur ke utara hingga 100 meter. Beberapa bangunan mercusuar dan warung-warung penduduk hancur diterjang gelombang.  Sepanjang pantai Kota Padang, Sumatra Barat, pun terancam abrasi. Setidaknya dalam jangka waktu lima tahun terakhir bibir pantai telah menjorok ke daratan sepanjang 150 meter sehingga tidak aman lagi bagi penduduk yang bermukim di pinggirannya.



Sebab-Akibat
Untuk menanggulangi ancaman abrasi perlu dipahami terlebih dulu penyebabnya. Profesor Otto Sudarmaji Rahmono Ongkosono dari Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menjelaskan pada dasarnya abrasi terjadi di kawasan pantai mana pun di belahan bumi. Hanya saja pada beberapa tempat ada yang laju abrasinya cepat, ada pula yang lambat. Kecepatan laju abrasi disebabkan beberapa faktor, seperti jenis pantai, keadaan bagian hulu sungai, serta akibat ulah manusia. Apabila keadaan hulu sungai banyak pohon yang ditebangi, otomatis banyak sedimen yang terbawa ke daerah muara sungai. Hal itu menyebabkan keseimbangan masuk dan keluar air di sekitar muara sungai terganggu. Akibatnya, ombak yang datang akan dengan mudah menggerus kawasan sekitarnya.


Hilangnya terumbu karang di lepas pantai juga menjadikan abrasi lebih cepat terjadi. Terumbu karang tidak hanya berguna sebagai tempat hidup berbagai biota laut, tapi juga berfungsi menahan laju ombak. Dengan adanya terumbu karang, laju ombak tidak akan terlalu cepat dan keras menggempur pantai. Penggunaan kawasan pantai untuk bangunan secara berlebihan juga menyebabkan abrasi lebih masif terjadi. Kawasan pantai yang seharusnya diperuntukkan bagi hutan bakau, misalnya kini sudah banyak yang berubah menjadi resort pinggir pantai. Selain itu, kawasan pantai juga sering digunakan sebagai tambak yang tidak berwawasan lingkungan.


Kesemua hal itu menyebabkan lahan bakau menghilang. Setelah lahan bakau menghilang, ombak yang datang ke pantai pun tidak ada penghalangnya. Ujung-ujungnya, pengikisan tanah di pantai lebih mudah terjadi. Ulah manusia yang paling parah adalah mengeruk pasir-pasir pantai, seperti di Pantai Teluk Sepang Bengkulu. Menurut data Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), pada 2006, lebih dari 400 meter kubik pasir per hari diangkut keluar dari lokasi penambangan pasir Pantai Teluk Sepang. Masyarakat masih beranggapan bahwa lahan pantai bukanlah lahan produktif sehingga pengerukan pasir pantai tidak akan menimbulkan kerugian.

Sekitar wilayah pantai Kabupaten Majene, Sulawesi Barat, terancam abrasi akibat gelombang air laut pasang yang terus menerus menghantam wilayah pesisir itu. Sepanjang wilayah pantai Kabupaten Majene yang terletak di Kecamatan Tubo, terdiri dari Kelurahan Mosso, Desa Puttada, Pundaum, Desa Onang, terus terancam gelombang air laut pasang. Tampak sepanjang puluhan kilometer wilayah pantai Kabupaten Majene terus dikikis air laut yang juga menghantam beberapa tanggul penahan ombak yang terletak di pesisir pantai sehingga jebol akibat gelombang pasang yang melanda wilayah itu. Abrasi yang terjadi tersebut tampak juga merusak sepadan jalan jalur trans sulawesi yang terletak di sekitar pesisir pantai di wilayah itu, sehingga jalan trans sulawesi di bagian barat Sulawesi tersebut juga menjadi terancam.
Abrasi Ancaman Nusantara categorized : Oceanography
No comment Add a comment

Komentar dari Anda akan sangat saya hargai.

Cancel Reply
GetID