Ilmu dan Teknologi Kelautan

Biodiversity Hotspot Coral

Keanekaragaman hayati laut Indonesia

the coral triangle
The coral triangle

Garis Wallace atau Wallace Line adalah Garis Biogeografi Utara-Selatan, suatu garis imajiner memanjang dari Filipina di utara ke Selat Makassar dan Selat Lombok di selatan, yang memisahkan secara zoogeografis Pulau Sumatera, Jawa, dan Kalimantan di sebelah barat dengan Pulau Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara, dan Papua di sebelah timur.

Keanekaragaman hayati di Wallacea diantarnya terdapat di berbagai tempat seperti di Papua ada burung cenderawasih, bahkan lebih menarik lagi banyak spesies burung kakaktua yang bulunya berwarna-warni hidup di wilayah kepulauan Maluku. Ada beragam bunga anggrek berwarna-warni di jumpai di Papua, kemudian ada kerbau kerdil atau anoa yang khas Sulawesi, tidak ada di tempat lain. flora-fauna di sebelah timur lebih mirip dengan flora-fauna di Benua Australia. Selain itu di wilayah perairan terdapat juga berbagai jenis terumbu karang beserta organisme yang hidup disekitarnya antara lain; pisces (berbagai jenis ikan), crustacea (udang, kepiting), moluska (kerang, keong, cumi-cumi, gurita), echinodermata (bulu babi, bintang laut, timun laut, lili laut, bintang mengular), polychaeta (cacing laut), sponge, makroalga (sargasum, padina, halimeda) dan terutama hewan karang (anthozoa). Begitu banyak jenis organisme yang hidup di sana sehingga terumbu karang adalah salah satu ekosistemik permukaan bumi ini yang memiliki keanekaragaman jenis yang tinggi. Tingginya keanekaragaman jenis di terumbu karang karena tingginya produktivitas primer di daerah tersebut yaitu dapat mencapai 10.000 grC/m²/yr.

Saat ini kurang lebih ada 300 atoll di daerah Indo-Pasifik, dan hanya 10 atoll di Karibia. Selain itu dikenal pula Patch reefs, terumbu yang berbentuk lingkaran, tidak terlalu besar yang muncul di goba atau di belakang karang penghalang. Penyebaran terumbu karang terbatas hanya di antara 30° Lintang Utara dan 30° Lintang Selatan atau daerah tropika dan subtropika dengan total luas sekitar 617.000 km². Lautan yang memiliki terumbu karang paling luas adalah Samudra Pasifik dengan 335.000 km², kemudian Samudra Hindia (185.000 km²), dan terakhir Samudra Atlantik (87.000 km²). Seperti telah dijelaskan, bahwa faktor suhu yang menyebabkan penyebaran terumbu karang hanya di daerah perairan yang panas.

Ada tiga pengelompokan keanekaragaman jenis terumbu karang, yaitu Indo-pasifik, Samudra Hindia dan Karibia (timur Atlantik). Di daerah tropika pantai lautan Atlantik sangat sedikit terdapat terumbu karang. Pada pantai Atlantik timur (pantai Afrika) terdapat arus dingin yang mengalir sepanjang pantai menuju utara. Sedangkan pada pantai barat Atlantik (Pantai Amerika Selatan) terdapat muara sungai-sungai besar yang membuat salinitas dan kekeruhan air laut tidak sesuai untuk kehidupan karang. Keanekaragaman jenis karang paling tinggi di perairan Indo-Pasifik dengan 88 genera sedangkan di Karibia hanya 48 jenis. Tingginya keanekaragaman jenis di Indo-Pasifik terjadi karena luasnya daerah tersebut dengan percampuran dari jenis Samudra Hindia. Perairan Indonesia sangat dipengaruhi oleh tipe iklim Muson yang terdiri dari musim barat (Desember-Februari), musim peralihan I (Maret-Mei), musim timur (Juni-Agustus), dan musim peralihan II (September-November). Pada gilirannya tipe iklim ini akan berpengaruh terhadap kehidupan, kekayaan jenis, kelimpahan, sebaran biota maupun sifat-sifat dan fenomena oseanografi yang terjadi, misalnya proses upwelling.

Setidak-tidaknya dikenal ada tujuh lokasi upwelling di perairan Indonesia. Sebagian besar lokasi upwelling ini terletak di Wallace area, dengan keanekaragaman jenis dan kelimpahan biota yang tinggi, beberapa jenis di antaranya bersifat unik dan endemik, yang merupakan sumbangan besar bagi keanekaragaman biota global. Selain Selat Makassar dan Laut Banda, upwelling juga terjadi di Laut Seram, Laut Maluku, Laut Arafura, dan perairan utara kepala burung dan perairan timur Papua. Satu-satunya lokasi upwelling di luar kawasan Wallacea adalah di perairan selatan Jawa hingga Sumbawa. Biomassa zooplankton tertinggi dan temperatur air terendah terjadi di bagian barat dan utara Kepulauan Aru. Secara normatif red tide dapat terjadi karena adanya sumbangan hara dari daratan yang sangat tinggi, perubahan cuaca (El Nino, La Nina), hujan yang berlebihan, atau kurangnya zooplankton (kopepoda) herbivora yang mengontrol populasi fitoplankton penyebab red tide. Sedikitnya dikenal ada 20 jenis plankton yang potensial menimbulkan red tide di perairan Indonesia. Pyrodinium bahamense var compressum dan Alexandrium affine merupakan dua jenis plankton penyebab red tide di Teluk Kao dan Teluk Ambon.
Biodiversity Hotspot Coral categorized : Marine Biology
No comment Add a comment

Komentar dari Anda akan sangat saya hargai.

Cancel Reply
GetID